Senin, 07 Februari 2011

mati.

Pekan lalu, layaknya hari-hari biasa,saya bangun sekitar pukul 4.30 pagi, dengan spontan saya raih blackberry yang selalu ditempatkan disisi bantal yang tak jauh dari jangkauan tangan. Hal pertama yang saya lakukan setelah mendapati benda tak seberapa besar berlapis karet hijau itu adalah : Mengecek timeline twitter.
Sepagi itu, tentu tak terlalu banyak teman-teman saya yang masih aktif bersendagurauan di social media tersebut, hanya ada beberapa teman yang masih bangun, itupun yang berada di benua berbeda.
saya ingat benar, terhenti sejenak saya seperti shock kecil, lalu membaca dengan sebaik-baiknya tulisan yang muncul. saya tak percaya awalnya, lalu saya naikkan kursor dan mendapati postingan tentang hal yang sama beberapa kali : Adji Massaid, meninggal dunia.
Adji Massaid, adalah seorang Model, Peragawan, bintang Film, bintang sinetron, Politikus dan bapak bagi 3 orang anak. saya tidak seberapa mengidolakannya, karena sejujurnya saya pun tak banyak memiliki sosok idola. tapi cukuplah, saya menyukainya. I meninggal, dikabarkan karena serangan jantung, 10 jam sebelum meninggal dunia, ia diceritakan sempat bermain futsal. tak ada yang mengira ia akhirnya dilarikan keunit gawat darurat rumah sakit fatmawati, sampai akhirnya pergi, meninggalkan 1 orang istri yang baru dinikahinya 2 tahun, dan 3 orang anak yang masih kecil.
semua sedih, sempat tayang diberitakan beberapa kali diberbagai media, diambil potongan gambar Angelina Sondakh, istrinya yang menangis seakan tak percaya suaminya sudah tidak mengeluarkan udara dari kedua lubang hidungnya. meninggal. mati. hilang.
padahal, mungkin pagi itu, kurang 24 jam, mereka bertemu dengan keadaan yang wajar, sehat, kuat dan gembira.
Mati adalah misteri alam semesta bukan? sebagaimana jodoh, kelahiran, rezeki? mati adalah sesuatu yang tidak banyak dari kita pikirkan, karena bukanlah hal yang ingin diraih, (saya yakin) bagi semua yang hidup.
tapi, cerita tentang Adji Massaid tadi sedikit banyak membuat kita sekedar berhenti, untuk kembali memikirkan mati, bahwa ia ada senyata manusia membutuhkan materi, sejelas sinar matahari dipagi hari, sepasti lampu merah yang artinya berhenti, dan setegar Hosni Mubarak yang tak mau turun dari tahta mesir.
lalu, apa yang harus kita lakukan? banyak, selain tentu saja lari, karena akan sia-sia. semua juga kembali dari keinginan kita, bagaimana kita ingin dikenang ketika mati?
ingin dikenang sebagai pengacara tangguh? maka kuliah hukum lalu jadi pengacara yg hebat. ingin dikenang sebagai seorang ibu? maka menikahlah dan bersegera punya anak. ingin dikenang sebagai designer ternama? lalu mulailah mendesign pakaian , buat dan pasarkan. jadi apa? dikenang seperti apa? maka lakukanlah untuk jadi apa sehingga dikenang seperti apa.
saya tak tau, apakah mati itu sakit atau justru mudah. sayapun tak tau apakah mati itu sengsara atau justru indah. tapi satu yang saya pahami ketika kita mati, maka kita meninggalkan apa yang sepertinya sekarang kita punya. meninggalkan pasti selalu sedih, meski tidak mesti terluka.
maka, sebagai manusia kita harus mampu melepaskan "rasa memiliki" yang selalu hadir dan tumbuh. sulit memang.
ada satu hal wajar yang belakangan barulah saya pahami. dulu, saya tak seberapa mengerti mengapa para lelaki sedih tak wajar ketika tim sepakbola kesayangannya kalah pada suatu laga. sedih yang membuat mereka bisa tak selera melakukan sesuatu barang satu, dua atau bahkan lebih dari 3 hari. di hari yang sama dengan meninggalnya Adji Massaid, klub kesayangan saya bertanding dengan hasil seri, yang sebelumnya sangat dapat dipastikan untuk memenangkan pertandingan. diakhir pertandingan, dada saya rasanya sakit. sedih yang tidak bisa dikeluarkan keluar. kecewa karena kehilangan skors yang seharusnya didapatkan. mungkin, itu karena rasa memiliki yang tumbuh.
kembali lagi, ke keharusan kita sebagai manusia melepaskan rasa memiliki. manusia seumuran saya, 23 tahun. dimana sudah dapat dikategorikan dewasa, melepaskan rasa memiliki itu adalah pelajaran yang harusnya disadari atau tidak mesti diterapkan. kita punya sesuatu, tapi sesuatu itu bukan milik kita. mungkin sebagian dari kita menyebutnya dengan ilmu : Ikhlas.
kita ingin sesuatu, tapi sesuatu itu bukan yang terbaik untuk kita : ilmu ikhlas. kita menyayangi sesuatu, tapi sesuatu itu bukanlah sesuatu yang pantas untuk kita sayangi : Ilmu ikhlas. kita menyimpan sesuatu, tapi sesuatu itu tidak baik untuk kita simpan : Ilmu ikhlas. kita mengusahakan sesuatu, tapi sesuatu itu tidak baik untuk kita usahakan : Ilmu ikhlas.
jangan tanya saya tentang ilmu ini, sayapun masih belajar. layaknya mati, ikhlas pun masih misteri alam semesta bagi saya sendiri.
mudah-mudahan, sebelum mati, kita semua sudah menjadi sarjana ikhlas, sehingga ketika saat itu tiba, kita dapat meninggalkan semuanya dengan riang gembira. selamat belajar kembali :)
cheers,
M.I

Tidak ada komentar: